Bagi
kebanyakan orang keluar malam adalah hal yang sangat menyeramkan. Dan bagi
sebagian lain, keluar malam adalah kebiasaan. Sedangkan bagi sebagian lainya
lagi, keluar malam adalah suatu pekerjaan yang menuntut sang subyek untuk
berpenampilan menarik, berbau harum dan terkesan tasty ataupun delicious.
Ialah banci kaleng penjual sate madura.
Kebanyang
nggak kalo loe nemuin penjual sate pake kaos oblong putih sobek-sobek, rambut
acak-acakan dan bau sate yang ketutup bau badan. Tentu loe bakal mengira kalo itu
gelandangan abis ngerampok tukang sate, dan langkah yang loe ambil paling nggak
lari. Atau paling poll ya nyiapin
uang receh (bukan buat sedekah) tapi buat senjata ngetimpuk itu tukang. Iya
nggak?
Bagi
sebagian orang yang biasa, keluar malem yaitu buat nemuin tambatan hati (baca :
ngapel). Atau buat nonton bola bareng (jomblo bahagia). Atau buat mandangin
langit malam dengan tatapan kosong berharap ada bidadari cantik jatuh dari
langit efek dari parfum yang abis dia pake (jomblo Malang-Surabaya).
Sebagian
lain yang ketakutan yaitu orang-orang yang paranoid. Beranggapan bahwa suatu
malam akan ada alien-alien yang datang dan menginvasi bumi. Menculik sapi serta
kerbo kemudian perang sama angkatan udara dan angkatan darat dan akhirnya
berhasil menguasai bumi, menjadikan semua manusia menjadi zombie peliharaan
mereka #khayalantingkatdewa
Selain itu,
orang-orang dengan jiwa rapuh dan lemah yang bahkan bisa dibuat teriak histeris
sama film horror Indonesia-yang justru semi porno- juga memilih untuk
menghindari keluar malam. Karena memang alasan yang nggak bisa ditawar, mereka
sibuk nonton tayangan dunia lain, dua dunia ataupun uji nyali.
Gue sendiri
golput dalam ketiga golongan ini, karena kadang gue takut keluar, kadang juga
biasa aja. Fakta : gue takut keluar malam, itu hal yang biasa aja. Tapi gue
sering terpaksa keluar malam, maka gue pun sedikit demi-sedikit bertambah berani.
*senyum selebar-lebarnya
Tapi tidak
dengan malam minggu ini. Malam minggu yang emang selalu menyeramkan bagi kaum
gue : jomblo lapuk. Kini berbeda, ini lebih serem dari malam Jum’at yang gue
pernah nganterin temen ke rumahnya yang terpencil daerah pesisir pante selatan.
Lebih serem dari malem Jum’at keliwon dimana simbah gue dulu sering mbakar
kemenyan trus naruh sesaji sambil komat-kamit nyanyi geguritan. Dramatis,
semacam upacara sakral penyambutan kanjeng sultan yang udah jadi jin gentong.
Malam
minggu ini gue sama temen-temen sekelas (dulunya waktu kelas sepuluh) ngadain
buka bersama. Kita ngadain acara buber disekolah tapi makan diluar sekolah dan
ditraktir oleh seorang temen. Jadi lebih mirip acara sedekah temen gue itu, dan
gue fakirnya.
Sejauh
makan, tarawih dan akhirnya cerita-cerita soal masa depan kita masing-masing,
masih berjalan aman. Hingga akhirnya seorang temen membuka obrolan seram dan
dengan muka aksen cina-nya. Yang gue bilang agak mirip setan asal negri Cina,
semacam pocong yang lompatnya lencang depan terus (baca : vampire cina)
Dia mulai
mendongeng dan membius para pendengar dengan bius gajah (yang pasti sakit) dan yeah it does. Awal-awal cerita semua
cewek berteriak histeris seolah-olah ada bisul segede kepal terbang
tumbuh di dahi mereka. Namun seperti bius, selanjutnya tanpa disadari cerita
itu masuk juga ke telinga kita semua. Dan mendadak gue merasakan hal yang nggak
biasa, udara terasa dingin tapi badan gue terasa panas disaat yang bersamaan.
Dari situ gue sadar, kalo pembicaraan seram ini memicu datangnya rasa pengen
kentut gue.
Kemudian
seolah-olah hening, tenang dan waktu berjalan lebih lambat. Gue nggak bisa
memutuskan momen terbaik untuk menyemburkan gas beracun ini. Maka akhirnya gue
pun menyamarkan suaranya dengan tertawa lirih. Hihihihihi
Namun
temen-temen gue berpikir terlalu jauh, mereka mengira gue kesurupan karena
cerita tadi memicu datangnya arwah halus. Dan para cewek pun histeris, bahkan
lebih histeris dari orang yang
benar-benar kesurupan.
Karena cewek-cewek yang histeris, membuat para
cowok berpikir kalo mereka ketularan gue. Dari sini gue menyimpulkan bahwa
kesurupan amat sangat mudah menular bahkan tanpa harus ada setan yang terlibat.
Dan cowok-cowok pun mulai sibuk dengan segala macam do’a-do’a dan gue cuma bisa
ketawa nahan senyum (atau sebaliknya). Tapi tindakan gue itu benar-benar wrong step! Mereka kemudian mencet
hidung gue (kayak Edgar adik Radit yang salah gaul) omongan gue yang minta buat
dilepasin justru terdengar semacam hantu banci mengamuk dan mereka pun
bertindak lebih jauh. Mereka pegangin badan, kaki, tangan dan kepala gue,
seraya meneriakan Allohuakbar…
Allohuakbar… Allohuakbar… kayak FPI siap tempur. Sedangkan gue? Kayak sapi
siap disembelih buat hari raya ‘idul
adha.
Maka gue
pun berusaha sekuat tenaga biar nggak dipaksa diinfus pake air zam-zam atau
bahkan minum sebutir tasbih 3Xsehari. Gue pun coba ngomong walau dengan hidung
yang masih dipencet juga. Dengan perjuangan yang nggak panjang-panjang amat gue
pun berhasil membuat mereka sadar, kalo gue itu masih sadar. Gue males ceritain
“how” karena itu sesuatu yang nggak elite apalagi bisa gue banggakan.
Intinya gue
udah nggak lagi dianggap sebagai orang kesurupan. Maka si vampire cina itu pun
kembali menjalankan aksinya, menceritakan cerita horror yang bagi gue lebih
mirip do’a pemanggil hantu. Enggak, bukannya gue takut. Gue cuma jaga-jaga, gue
nggak mau pulang sampe rumah ada yang “ikut” satu apalagi dua. Ntar dikiranya
gue bawa pulang selingkuhan. Padahal pacar aja belum punya... #miris
Setiap kata
yang terucap mebuat gue tertidur lebih dalam, lebih dalam dan lebih dalam lagi.
Karena emang udah mulai malem. Sekitar jam setengah sepuluh waktu itu. Dan yang
lain juga udah mulai pada mau pulang. Selain karena emang udah pada dijemput,
ada juga faktor takut yang turut mempengaruhi. Absurd emang bahasa gue.
Namun mau
nggak mau, inggin nggak ingin. Bubur biarlah tetap menjadi bubur, karena kalo
bubur ayam diganti roti kayaknya juga rasanya aneh. Si Cina tetap harus segera
mengakhiri ceritanya. Atau khayalan gue bakal beraksi dan bakal selalu muncul
dengan versi berbeda-beda, seperti : genderuo yang memakai kostum kunti, atau
bahkan pocong yang pake skiny kafan. Intinya gue nggak mau kepikiran tentang
cerita itu terus, jadi gue minta buat dia nyelesein cerita.
Akhir
sebuah cerita nggak selalu happy ending, kayak film Titanic misalnya, Leonardo de
Caprio mati dan harus terpisah sama kekasihnya. Begitu juga cerita ini,
nggak happy ending buat gue. Karena gue masih harus menembus kebalnya kabut di
antara belantara rimba dan menyebrang sungai serta mendaki pegunungan untuk
sekedar istirahat di malam hari yang sering orang-orang sebut sebagai tidur.
Padahal hyperbola gue nggak terlalu berlebihan,
karena emang jalan-nya itu menyeramkan. Dan ini adalah desa tempat simbah gue
(baca : desa angker). Kuburan dibangun megah dengan arsitektur Jawa tulen,
serta terdapat sisa bakaran kemenyan di serambi kuburan. Sumpah! Sumpah!
Sumpah! Itu serem abis!
Dan di
belahan jalan lainya terdapat sawah yang terbentang luas lebih luas dari karpet
ajaibnya Aladin ataupun Aji Saka (hyperbola) Jadi gue punya dua pilihan : masuk
kuburan dan diadopsi sama genderuo, atau masuk sawah dan dijadiin sanderaan
bahkan santapan tarzan-tarzan hutan. Maka gue memilih untuk golput aja, dan
berdo’a sepanjang jalan. Mulai dari do’a kunut sampai do’a penghilang stress
(baca : nyanyi) mulai dari baca ayat kursi sampe bahkan baca ayat-ayat cinta (gue juga nggak tau
kenapa) mulai dari menyeru bacaan takbir
hingga menyeru-duk batu (karena emang nggak konsen)
Namun
akhirnya semua telah berlalu, gue bisa melewati jalan-jalan itu. Melewati bukit
serta mendaki puncak tertinggi. Dan dengan soundtrack
“we are the champion” punya Queen gue berjalan memasuki rumah embah
gue. Dan gue resmi berhasil! #dramatis…..
Sampe hari
ini, gue masih selamat. Dan bisa nulis lagi. :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar