Sabtu, 24 November 2012

Cerpen "Di Gedung Tua" - tugas Indonesia



Di Gedung Tua

Terkisahlah sebuah cerita yang berasal  dari sebuah Desa di sudut kota, yang terkenal akan kedamaiaanya. Desa ini sangat indah, lingkungannya hijau dan udaranya masih segar terbebas dari polusi. Di pagi buta, banyak orang yang pergi ke sawah untuk mencari nafkah. Kehidupan di sini sangat tentram. Di desa ini terdapat sebuah bangunan yang cukup mencolok. Bangunan bekas Belanda yang berdiri kokoh.
Bangunan tua bercat merah ini adalah rumah kami. Rumah keluargaku, keluarga yang cukup terpandang, bukan karena kekayaan, bukan karena kami artis atau selebritis, bukan juga karena kami pendatang baru dari luar negri. Ayahku bukan ustadz yang ngetop, Ibuku bukan seorang Diva yang jago nyanyi. Dan Aku bukan artis ABG yang sensaional, aku bukanlah siapa-siapa, kami hanyalah keluarga yang biasa-biasa saja. Lalu apa yang membuat keluarga kami cukup dipandang??
 Ternyata keluarga kami terkenal hanya karena lokasi rumah kami yang berada di sudut utara sebelah kanan perempatan Jalan yang menuju ke daerah kuburan. Penduduk di sini percaya bahwa di tempat ini, banyak berkumpul dhemit. Namun kami yang tinggal di sini tidak merasakan apapun.
Kamarku terletak di sudut kanan depan rumah kami. Kamarku gelap, sinar matahari tidak bisa menembus kamarku kecuali saat siang hari. Sirkulasi udaranya pun tidak lancar, kecuali jika Aku membuka jendela dan pintu kamarku.
Yah, begitulah rumah kami.Rumah tempat tinggal kami. Bicara soal rumah kami, aku pernah mendapat pengalaman aneh bin wagu.
Kisah ini dimulai saat aku masih belia, kira.... pada tahun.....(entah kapan). Pokoknya saat aku masih kecil, umurku kir-kira sembilan, atau sepuluh tahun, atau mungkin juga sebelas.

Minggu, 04 November 2012

MEREKA, POTRET NEGRI KITA



Menengadah di bawah guyuran peluh
Meminta-minta menghadap sorotan mata sang surya

Menunggu bunga-bunga bermekar diatas lampu jalan
Menanti gandum tumbuh disemak belukar

Di negri yang panas
Negeri tropik kata mereka
Mereka para turis-turis yang berwisata
Dengan celana diatas lutut
Dengan kaca mata hitam pekat

Negri ini adalah negri yang indah
Dengan gunung menjulang tinggi
Dan pantai menghampar seluas habisnya pandang
Penduduknya ramah lagi pula baik hatinya

Tapi bagi mereka, debu diantara padang sahara
Tak ada yang lebih indah dari makanan sisa
Tak ada yang lebih ramah dari, satpol pp
Tak ada yang lebih baik hatinya, dari para aparat
Keparat

Mereka dikatai pencuri
Mereka dikatai pemalas

Siapa yang sebenarnya pencuri?
Siapa yang sebenarnya pemalas?
Orang-orang dengan baju compang camping?
Ataukah tikus-tikus dengan jas dan dasi?
Orang-orang dengan peluh yang menetes?
Ataukah badut-badut dengan riasan muka?

Maka kembali, mereka hanya bisa menunggu bunga mekar dalam gulita
Dan kembali, mereka hanya bisa menyiram dahaga dari keringat tubuhnya


A. Rosyidin

Jumat, 02 November 2012

MENINGGALKAN MALAM



Pelangi menari di ujuang tabir mega
Angin menyapa di sela-sela gempita
Masih tersirat rona wajahnya
Terlukis luka yang remukan asa

Dermaga tua, tempat singgah para penantang samudra
Senja menuntun, menghantarkan dahaga
Mentari menyapu sejauh jalan pulang
Rindu menyerka memainkan perannya

Dan kembali, bayangnya melintas begitu saja
Sesederhana tangkai menggugurkan bunga

Matahari segera tenggelam
Nahkoda segera melabuhkan kapalnya
Rembulan bersiap menyapa
Bintang menyingsing tergesa-gesa

Dan dirinya, kini telah pergi
Meninggalkan jejak-jejak tanya di hati
Segera bulan pun memperlihatkan senyumnya

Aku pun tak hanya diam
Segera kutanggalkan segala yang kukenakan
Dan kusambut peluk samudra

Kucumbui malam, hingga kutemukan pagi menghadang