Minggu, 05 Agustus 2012

Malam paling horor selain 13st Friday Keliwon


Bagi kebanyakan orang keluar malam adalah hal yang sangat menyeramkan. Dan bagi sebagian lain, keluar malam adalah kebiasaan. Sedangkan bagi sebagian lainya lagi, keluar malam adalah suatu pekerjaan yang menuntut sang subyek untuk berpenampilan menarik, berbau harum dan terkesan tasty ataupun delicious. Ialah banci kaleng penjual sate madura.

Kebanyang nggak kalo loe nemuin penjual sate pake kaos oblong putih sobek-sobek, rambut acak-acakan dan bau sate yang ketutup bau badan. Tentu loe bakal mengira kalo itu gelandangan abis ngerampok tukang sate, dan langkah yang loe ambil paling nggak lari. Atau paling poll ya nyiapin uang receh (bukan buat sedekah) tapi buat senjata ngetimpuk itu tukang. Iya nggak?

Bagi sebagian orang yang biasa, keluar malem yaitu buat nemuin tambatan hati (baca : ngapel). Atau buat nonton bola bareng (jomblo bahagia). Atau buat mandangin langit malam dengan tatapan kosong berharap ada bidadari cantik jatuh dari langit efek dari parfum yang abis dia pake (jomblo Malang-Surabaya).

Sebagian lain yang ketakutan yaitu orang-orang yang paranoid. Beranggapan bahwa suatu malam akan ada alien-alien yang datang dan menginvasi bumi. Menculik sapi serta kerbo kemudian perang sama angkatan udara dan angkatan darat dan akhirnya berhasil menguasai bumi, menjadikan semua manusia menjadi zombie peliharaan mereka #khayalantingkatdewa
Selain itu, orang-orang dengan jiwa rapuh dan lemah yang bahkan bisa dibuat teriak histeris sama film horror Indonesia-yang justru semi porno- juga memilih untuk menghindari keluar malam. Karena memang alasan yang nggak bisa ditawar, mereka sibuk nonton tayangan dunia lain, dua dunia ataupun uji nyali.

Gue sendiri golput dalam ketiga golongan ini, karena kadang gue takut keluar, kadang juga biasa aja. Fakta : gue takut keluar malam, itu hal yang biasa aja. Tapi gue sering terpaksa keluar malam, maka gue pun sedikit demi-sedikit bertambah berani. *senyum selebar-lebarnya

Tapi tidak dengan malam minggu ini. Malam minggu yang emang selalu menyeramkan bagi kaum gue : jomblo lapuk. Kini berbeda, ini lebih serem dari malam Jum’at yang gue pernah nganterin temen ke rumahnya yang terpencil daerah pesisir pante selatan. Lebih serem dari malem Jum’at keliwon dimana simbah gue dulu sering mbakar kemenyan trus naruh sesaji sambil komat-kamit nyanyi geguritan. Dramatis, semacam upacara sakral penyambutan kanjeng sultan yang udah jadi jin gentong.

Malam minggu ini gue sama temen-temen sekelas (dulunya waktu kelas sepuluh) ngadain buka bersama. Kita ngadain acara buber disekolah tapi makan diluar sekolah dan ditraktir oleh seorang temen. Jadi lebih mirip acara sedekah temen gue itu, dan gue fakirnya.


Sejauh makan, tarawih dan akhirnya cerita-cerita soal masa depan kita masing-masing, masih berjalan aman. Hingga akhirnya seorang temen membuka obrolan seram dan dengan muka aksen cina-nya. Yang gue bilang agak mirip setan asal negri Cina, semacam pocong yang lompatnya lencang depan terus (baca : vampire cina)

Dia mulai mendongeng dan membius para pendengar dengan bius gajah (yang pasti sakit) dan yeah it does. Awal-awal cerita semua cewek berteriak histeris seolah-olah ada bisul segede kepal terbang tumbuh di dahi mereka. Namun seperti bius, selanjutnya tanpa disadari cerita itu masuk juga ke telinga kita semua. Dan mendadak gue merasakan hal yang nggak biasa, udara terasa dingin tapi badan gue terasa panas disaat yang bersamaan. Dari situ gue sadar, kalo pembicaraan seram ini memicu datangnya rasa pengen kentut gue.

Kemudian seolah-olah hening, tenang dan waktu berjalan lebih lambat. Gue nggak bisa memutuskan momen terbaik untuk menyemburkan gas beracun ini. Maka akhirnya gue pun menyamarkan suaranya dengan tertawa lirih. Hihihihihi

Namun temen-temen gue berpikir terlalu jauh, mereka mengira gue kesurupan karena cerita tadi memicu datangnya arwah halus. Dan para cewek pun histeris, bahkan lebih  histeris dari orang yang benar-benar kesurupan.

 Karena cewek-cewek yang histeris, membuat para cowok berpikir kalo mereka ketularan gue. Dari sini gue menyimpulkan bahwa kesurupan amat sangat mudah menular bahkan tanpa harus ada setan yang terlibat. Dan cowok-cowok pun mulai sibuk dengan segala macam do’a-do’a dan gue cuma bisa ketawa nahan senyum (atau sebaliknya). Tapi tindakan gue itu benar-benar wrong step! Mereka kemudian mencet hidung gue (kayak Edgar adik Radit yang salah gaul) omongan gue yang minta buat dilepasin justru terdengar semacam hantu banci mengamuk dan mereka pun bertindak lebih jauh. Mereka pegangin badan, kaki, tangan dan kepala gue, seraya meneriakan Allohuakbar… Allohuakbar… Allohuakbar… kayak FPI siap tempur. Sedangkan gue? Kayak sapi siap disembelih buat hari raya ‘idul adha.

Maka gue pun berusaha sekuat tenaga biar nggak dipaksa diinfus pake air zam-zam atau bahkan minum sebutir tasbih 3Xsehari. Gue pun coba ngomong walau dengan hidung yang masih dipencet juga. Dengan perjuangan yang nggak panjang-panjang amat gue pun berhasil membuat mereka sadar, kalo gue itu masih sadar. Gue males ceritain “how” karena itu sesuatu yang nggak elite apalagi bisa gue banggakan.

Intinya gue udah nggak lagi dianggap sebagai orang kesurupan. Maka si vampire cina itu pun kembali menjalankan aksinya, menceritakan cerita horror yang bagi gue lebih mirip do’a pemanggil hantu. Enggak, bukannya gue takut. Gue cuma jaga-jaga, gue nggak mau pulang sampe rumah ada yang “ikut” satu apalagi dua. Ntar dikiranya gue bawa pulang selingkuhan. Padahal pacar aja belum punya... #miris

Setiap kata yang terucap mebuat gue tertidur lebih dalam, lebih dalam dan lebih dalam lagi. Karena emang udah mulai malem. Sekitar jam setengah sepuluh waktu itu. Dan yang lain juga udah mulai pada mau pulang. Selain karena emang udah pada dijemput, ada juga faktor takut yang turut mempengaruhi. Absurd emang bahasa gue.

Namun mau nggak mau, inggin nggak ingin. Bubur biarlah tetap menjadi bubur, karena kalo bubur ayam diganti roti kayaknya juga rasanya aneh. Si Cina tetap harus segera mengakhiri ceritanya. Atau khayalan gue bakal beraksi dan bakal selalu muncul dengan versi berbeda-beda, seperti : genderuo yang memakai kostum kunti, atau bahkan pocong yang pake skiny kafan. Intinya gue nggak mau kepikiran tentang cerita itu terus, jadi gue minta buat dia nyelesein cerita.

Akhir sebuah cerita nggak selalu happy ending, kayak film Titanic misalnya, Leonardo de Caprio mati dan harus terpisah sama kekasihnya. Begitu juga cerita ini, nggak happy ending buat gue. Karena gue masih harus menembus kebalnya kabut di antara belantara rimba dan menyebrang sungai serta mendaki pegunungan untuk sekedar istirahat di malam hari yang sering orang-orang sebut sebagai tidur.

Padahal hyperbola gue nggak terlalu berlebihan, karena emang jalan-nya itu menyeramkan. Dan ini adalah desa tempat simbah gue (baca : desa angker). Kuburan dibangun megah dengan arsitektur Jawa tulen, serta terdapat sisa bakaran kemenyan di serambi kuburan. Sumpah! Sumpah! Sumpah! Itu serem abis!
Dan di belahan jalan lainya terdapat sawah yang terbentang luas lebih luas dari karpet ajaibnya Aladin ataupun Aji Saka (hyperbola) Jadi gue punya dua pilihan : masuk kuburan dan diadopsi sama genderuo, atau masuk sawah dan dijadiin sanderaan bahkan santapan tarzan-tarzan hutan. Maka gue memilih untuk golput aja, dan berdo’a sepanjang jalan. Mulai dari do’a kunut sampai do’a penghilang stress (baca : nyanyi) mulai dari baca ayat kursi sampe bahkan baca ayat-ayat cinta (gue juga nggak tau kenapa) mulai dari menyeru bacaan takbir hingga menyeru-duk batu (karena emang nggak konsen)

Namun akhirnya semua telah berlalu, gue bisa melewati jalan-jalan itu. Melewati bukit serta mendaki puncak tertinggi. Dan dengan soundtrackwe are the champion” punya Queen gue berjalan memasuki rumah embah gue. Dan gue resmi berhasil! #dramatis…..

Sampe hari ini, gue masih selamat. Dan bisa nulis lagi. :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar