Tampilkan postingan dengan label Quotes. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Quotes. Tampilkan semua postingan

Kamis, 11 Juli 2013

Anak yang tidak kekanak-kanakan


Saya suka menjadi anak-anak. Selalu menyukai anak-anak. Berharap bisa kembali menjadi anak-anak. Dan tetap menjadi anak-anak.

“The creative adult is the child who survived”

Saya suka quote diatas. Saya sangat suka. Saya bukan mengatakan bahwa qoute tadi benar, atau paling tepat. Tapi, saya sependapat. Dan saya menyukainya.


Entah mengapa, tidak semua orang menyukai anak-anak. Padahal anak-anak (ketika mereka masih menjadi anak-anak) adalah salah satu makhluk yang sangat lucu, imut, ngegemesin yang pernah Tuhan ciptakan di muka bumi. Contoh deh, pada tau semua kan? Yang namanya Nabilah Ratna Ayu, atau Ayu-san, atau Nabila JKT48? Nah iya~

Saya paham kalau anda paham bahwa saya hanya bercanda. Atau jangan-jangan.... anda paham bahwa saya paham kalo anda paham bahwa saya hanyan bercanda??? Ah. Anda pasti paham.


Namun yang perlu anda pahami adalah, Nabilah Ratna Ayu (atau nama google-nya Nabila JKT48) adalah benar seorang anak-anak. Anda yang mengaku fans beratnya JKT48 saya pikir lebih paham. Yah, walaupun sudah tidak terlalu anak-anak memang. Saya yakin antara untuk dijadiin adek atau pacar, para cowok tentu akan lebih memilih untuk menjadikannya pacar. Tapi sudahlah saya paham, anda tentu paham bahwa yang saya maksud anak-anak disini adalah yang benar anak-anak. Dimana apabila anda menemuinya ada perasaan ingin nyubit (berlaku buat nabila), ingin nggendong (gue sendiri ngimpi nggendong nabila), ingin ngajakin main pokoknya (main sama nabila? Oh god!) Ah, susah ternyata. Simpelnya gini, anak yang saya maksud disini adalah anak-anak dan kecuali nabila.


Anak-anak adalah pelawak paling handal dimuka bumi. Ya. Maksud saya juga, penghibur. Entahlah, pelawak atau penghibur saya pikir tidak kedengaran begitu baik. Atau mungkin bahasa yang lebih trendy ; mood booster atau smile maker, atau apalah intinya mereka dengan mudahnya dengan naturalnya dapat menciptakan sesimpul senyum dari bibir kita –para mantan anak-anak.


Kenapa? Well, itu pertanyaan yang cukup sulit. Mengingat saya sudah jarang belajar. Tapi saya akan coba menjawabnya –dengan susah payah mungkin. Yakan memang tidak sesimple cap-cip-cup-kembang-kuncup-mekar-indah-dipetik-danmati. Tidak sesimpel milih a,b,c,d,e juga. Sulit. Hampir sesulit milih antara kamu atau Nabila. #OKENGACO


Jadi, menurut saya they can make us smilling easyly because they do it, honestyly. Seperti yang saya katakan, akan sulit  menjawabnya diantaranya adalah karena bahasa inggris saya berantakan. Tapi menut pendapat saya itu, karena mereka melakukan apapun dengan jujur, ikhlas, dan apa adanya.


Mereka tertawa saat mereka senang, tersenyum dan terkadang berlompat-lompat, bergelantungan di pohon, mainan ekor. #okengaco ini monyet.  Mereka menangis saat sedih, mereka cemberut ketika sebel, tidur ketika ngantuk dan makan ketika lapar. Right?


There’s no drama in their life. No fake smile, fake tears and fake face (ya mana ada anak kecil kepikiran operasi plastik). Kita sebagai mantan anak-anak tidak seharusnya meninggalkan budaya baik ini. Jujur. Tidak terlalu banyak drama, tidak terlalu banyak berpura-pura, tidak terlalu banyak kebohongan. 

“If you say the truth, you don’t have to remember anything”

Entahlah, intinya seperti itu. Saya selalu meragukan kemampuan ber-english ria saya. Ketika anda bicara jujur, ada tidak perlu mengingat apapun.  Oke, disini saya tidak menghakimi, saya tidak menuduh bahwa anda seorang pembohong. Tapi saya hanya bertanya. Sudah berapa puluh-ratus-ribu kali anda berbohong dalam hidup anda. Saya tidak mendengar jawaban anda, saya tidak akan tahu, jangan khawatir, kebohongan anda masih aman.


Namun, inilah yang tidak kita miliki dari anak-anak. Mereka tanpa bersusah payah, bertindak jujur. Sedangkan kita, menggunakan alasan-alasan murahan untuk berbohong, bahkan sempat mencari pembenaran dengan berkata “ini yang terbaik”.
Kebaikan yang diselimuti keburukan, seperti emas yang direndam dalam kolam kotoran. Siapa yang mau menerimanya? Percayalah, yang terbaik adalah kebenaran yang diselimuti kebenaran.


Oke, saya pikir saya sudah terlalu banyak bicara. Terlalu banyak membahas kita, dan agak lupa soal anak-anak.

 “What can we learn from children is.... they dare to dream, they dare to love and not afraid of being hurt, they trust each other, they’re creative, they bring happines to each other, and they cry.”


Dan hal yang perlu anda ingat adalah, anda tidak perlu berpura-pura ketika anda telah dewasa. Anda tidak perlu takut untuk mencintai karena khawatir akan tersakiti, anda tidak perlu takut untuk bermimpi karena anda pikir itu tidak realistis.

“Mimpi tidak perlu realistis, usaha perlu realistis.”

Anda tidak perlu sok kuat, berlagak tidak bersedih, yang akhirnya tumpah dalam kedepresian yang berkepanjangan. Jika memang bersedih, air mata anda tidak lah semahal itu untuk ditumpahkan. Menangis memang tidak menyelesaikan masalah. Tapi menangis juga tidak menyebabkan anda terancam penyakit jantung, stoke dan lain-lain. Jika anda ingin masalah anda selesai, ya hadapi. Anak kecil pun tahu.



Yang mereka tidak tahu, dan tidak miliki dari kita adalah.... Tanggung jawab. Mereka melakukan apapun, semau mereka, sesuai keinginan mereka, dengan leluasa, karena mereka tidak dituntut untuk mempertanggung jawabkan perbuatan mereka. Mereka tidak dihadapkan pada harus memilih antara realististis atau idealis, karena mereka tidak dituntut untuk bertanggung jawab nantinya. Dan kita harus.

Dan ketika kita tidak memedulikannya, mereka (orang-orang dewasa lain) akan menganggap kita kenak-kanakkan. Dan ya.


Hal yang anak-anak miliki, mereka bersifat kekanak-kanakkan. Dan kita? Semoga saja tidak.






Untuk semua anak-anak. Yang tanpa drama, tanpa pura-pura, kreatif dan bijaksana.
Sekian.

Kamis, 13 Juni 2013

Orang tua kita mengajari lebih

Pernah nggak kamu merasa sendiri?
Benar-benar sendiri..
Seperti dahulu, ketika kita masih kecil dan kedua orang tua kita harus pergi sehingga kita harus tinggal dirumah, dan sendirian. Hingga larut malam, orang tua kita belum juga pulang. Sedangkan diluar sana hujan, dan angin berhembus sangat kencang. 
Kita yang masih sangat kecil, takut listrik akan padam. Kita selalu membuka tirai jendela semenit sekali, berharap segera tampak lampu kendaraan yang membawa kedua orang tua kita. Namun bunyi kendaraan, ataupun sorot lampu kendaraan tak juga muncul. Yang ada hanya suara rintik hujan yang membentur genteng, serta tersangkut didedaunan. Yang ada hanya cahaya kilat, diikuti petir yng menyambar, sehingga kita cepat-cepat menutup pintu dan masuk kedalam tumpukan selimut.
Dan akhirnya terlelap, hingga akhirnya dipagi hari ibu membangunkan kita. Kita marah-marah karena kejadian semalam, namun ibu hanya tersenyum. Dan hanya tersenyum.

Pernah nggak kamu merasa kecewa?
Kecewa, bahkan kesal…

Seperti dahulu, ketika ayah terlambat menjemput kita. Padahal hari sudah sangat sore, dan PR kita masih banyak. Ayah membuat kita menunggu sangat lama, terlalu lama untuk ukuran anak sekecil kita waktu itu. Hingga kita adalah orang terakhir yang menunggu jemputan. Hingga guru-guru bahkan telah pulang kerumah mereka masing-masing. Hingga penjaga sekolah berkali-kali menatap kita, dan hanya tersenyum. Kecewa dan kesal karena orang yang kita tunggu-tunggu tak kunjung datang. Dan ketika ia datang, ia bahkan tidak tersenyum. Yang ada hanya kerutan di keningnya, yang kita tak tahu apa artinya. Kita belum tahu apa artinya. Kemudian kita segera menghampiri ayah, dan tak sekalipun menjawab pertanyaan-nya. Dan ia pun kemudian diam.

Pernah nggak kamu merasa sedih?
Sedih, bahkan terluka…
Ketika orang yang benar-benar kita cintai, pergi meninggalkan kita. Meninggalkan kita. Seolah-olah, kita adalah sesuatu yang tidak diperlukan lagi. Seolah-olah kita telah melakukan hal yang sangat buruk, sehingga ia harus pergi dan meninggalkan kita. Padahal kita masih sangat mencintainya. Padahal kita sangat menyayanginya. Namun, saat kita menangis karena terluka ibu hanya tersenyum. Lagi-lagi hanya tersenyum seolah-olah tak mau mengerti perasaan kita. Tak mau tahu, dan terus saja hanya tersenyum.


Saya tau kamu pernah, saya pikir kita semua pernah. Atau setidaknya sebagian dari kita pernah.


Seperti kita tahu, keluarga adalah lembaga pendidikan pertama kita dan orang tua adalah guru pertama kita. Orang tua kita mengajari banyak hal, lebih banyak dari siapapun, guru manapun.

Orang tua mengajari kita untuk tidak  menyerah meski kita jatuh dan mungkin terluka. Dia terus menggenggam tangan kita. Hingga entah berapa ribu kali kita tertajatuh dan toh akhirnya kita dapat berdiri lagi dan hasilnya bisa berjalan, hingga saat ini.

 Orang tua bahkan mengajari kita cara mengenali diri kita sendiri. Mereka mengajari kita berbicara, meski tampaknya mustahil karena apa yang keluar dari mulut kita hanya celotehan, tawa dan tangis. Bagaimana mungkin kita bisa bicara seperti mereka???
Tapi mereka tetap saja melakukannya, mengajari kita, "memanggil" kita. Karena mereka tahu dan percaya, kita bisa, seperti jutaan anak lainya, kita pasti bisa. Dan akhirnya, kita bahkan berbicara bahasa lain yang tidak mereka kuasai. Inggris, Jepang, atau mungkin.... Korea?


Orang tua kita. Ya. Mereka tahu banyak hal.
Bukan soal ilmu pengetahuan atau sains atau pemansan global. Mereka tahu banyak hal, soal dunia, soal kehidupan, soal kita. Mereka hidup jauuuh lebih lama dari kita, dan membuat kita tetap hidup. Mereka belajar jaaauuuhh lebih dulu daripada kita semua, dan mengajari kita cara untuk belajar.

Mereka tahu dunia tidak selalu terang, tak selalu cerah, akan datang waktu malam, dan terkadang langit tertutup mendung.


Mereka tahu, bahwa dunia tak selalu lembut. Adakalanya ia keras. Tak seperti yang kita inginkan, tak seperti yang kita harapkan. Tak seperti yang kita duga. Bahkan sama sekali tak terduga. Sama sekali tak seperti yang kita harapkan, dan sama sekali tidak kita inginkan.


Mereka tahu itu, dan mereka tahu itu akan berlalu.


Mereka tahu esok paginya kita akan terbangun dan seolah-olah rasa takut, kecewa, dan kesedihan itu hilang. Puffttt…. Hilang, dan menguap, begitu saja. Dan kita masih, baik-baik saja.


Mereka, bisa saja mengajak kita dan tidak meninggalkan kita sendirian di rumah dengan resiko kita akan berbuat hal buruk saat mereka sedang menjani urusan yang penting –karena umur kita yang belum mencukupi- atau dengan resiko kita sakit karena terkena angina malam, atau kelelahan dan esok paginya tak dapat bersekolah.

Mereka mengajari kita bersabar lebih dari batasan kita di usia kita saat itu dengan kita harus menunggu lebih lama, sangat lama –meskipun kita semua tau, mereka pasti punya alas an yang sangat kuat, mungkin sangat penting, sehingga mereka tidak bisa datang tepat waktu.

Mereka mengajari kita mengikhlaskan, menerima, dan menghadapi kenyataan, kenyataan bahwa apa yang kita miliki bukanlah milik kita sendiri. Dari senyum ibu, ia berkata "nak ayahmu tidak pergi kemanapun, dia hanya berpindah milik, syurga sudah lama ingin bertemu dengan beliau"  


Mereka mengajari kita untuk tidak takut, untuk menjadi pemberani, untuk menjadi penyabar, untuk mengikhlaskan dan untuk menjadi manusia yang selalu bisa “baik-baik saja”


Itulah mereka, mengajari kita tanpa mengajari. Itulah mereka, yang mengajari kita secara tidak langsung. Bahkan mungkin, tanpa mereka sadari. Karena ada Tuhan pada diri mereka, Tuhan mengajarkan kita hidup melalui mereka sebagai perantara, orang tua kita.


Untuk orang tuaku tercinta.
Ibu. Ibu. Ibu. Dan Ayah.
Aku selalu menyayangi kalian.

Selasa, 11 Juni 2013

#SPORTSQUOTES

“Running is a mental sport, more than anything else. You're only as good as your training, and your training is only as good as your thinking.”

Sabtu, 18 Mei 2013

Love is four letter word

"Tidak pernah ia terlalu cepat, karena hadir dalam perkenalan singkat.  Tidak pula terlambat, ketika ia perlahan merambat diantara dua sahabat lekat."

Cinta.

Selasa, 08 Januari 2013

SEMESTER (ter)AKHIR



Halo.
Pembaca blog gue yang setia kebetulan mampir.  Apa kabar hari ini? Semoga udah bisa move on deh yaaa ;) Nggak kayak gue, masih jalan di tempat. Padahal, udah semester akhir nih, kelas III semester enam.
Kudu bener-bener "move on" gerak-gerak-gerak!! HAH!!

Ini jadwal gue yang dulu :
Bangun->main->ke sekolah->main->pulang sekolah->main->sampe rumah->main->tengah malem->tidur.

Gitu terus, diulang-ulang.
 
Kecuali kalo hari minggu. Jadwal gue yang padat merakyat terpaksa gue singkat, jadi gini :
Bangun------------------------->main-------------------------------------------->main->hampir pagi->tidur.

Tapi, itu dulu... waktu ane masih bejat, masih bang*sat dan masih brandall serta waktu dunia belum kiamat.
Dan sekarang? Karena emang belum kiamat juga, ya gue masih kayak gitu. -____-"

Namun ada sedikit perubahan jadwal di semester akhir ini, gue jadi agak sibuk dengan berbagai JADWAL les. Yupzz... gue ikut bimbel, keren nggak? (nggak si, biasa aja. Yaudahsi)
Dengan begitu, jadwal harian gue jadi sedikit berevolusi, jadi gini :

Bangun -> ke sekolah -> belajar (sambil main-main) -> les (terkadang bonus tidur) -> pulang -> tidur -> bangun tengah malem -> ke WC -> dan tidur lagi.

-Kenapa belajar di sekolah sambil main-main???
-Kenapa les-nya sering tidur???
-Dan kenapa juga, terbangun di tengah malem??? Apa mungkin gue belajar??? Apa yang membuat gue mau belajar tengah malem???? Misteri apa dibalik semua ini???

Tenang... tenang... tenang... jangan sok kepo gitu....
gue bakal jawab itu semua, tanpa terkecuali. Tanya aja ke pengacara gue #apapulaini...

Sorry, sorry, sorry. Gue becanda, gue bukan selebritis emang,....

Well, kenapa gue belajar sambil main-main? Karena itu prinsip yang gue pegang teguh semenjak di PAUD/Taman Kanak-Kanak "Belajar Sambil Bermain" #catetttt!!!!

Kenapa les-nya sambil itu, mmm.... welll... that's a simple question, but it's hard to answer -______-
2013 dengan berbagai pemanasan global, polusi, dan pencemaran di sana-sini, dan TERUTAMA sekolah RSBI gue yang masih dalam masa "development" sehingga belum mampu menyediakan fasilitas yang mendukung KBM siswa secara maksimal...... (ya Tuhan, gue berbelit-belit banget)
Intinya : di sana ruang ber-AC dan itu quality time banget buat merebahkan raga, dan mengistirahatkan seluruh angan serta asa yang telah melayang jauuuuhhhhh..... dan entah kemana.

The last, but not the best. Kenapa, gue, terbangun, di, tengah, malem?
Well... gue sendiri kurang tau, jadi ya.... biarkan itu tetap menjadi misteri #kayaapabae -_-"


Yah... itulah guys, seputar dunia gue yang kini mulai mengalami evolusi.

"Karena manusia emang dinamis, selalu berubah-ubah, dalam kondisi, serta pertimbangan tertentu"

Sukses buat evolusi dalam hidup loe ;)

Jumat, 07 Desember 2012

I hate me, for loving you

I hate how I loved you
I hate how I felt
I hate everything you said
That made my heart melt


I hate what you did
I hate how I hurt
I hate how you left me
Alone to die in the dirt

I hate how I let you in
And watched you steal my heart
I hate how much you put me through
I hate how much I cried

I hate how I try to hate you
I hate it that I can't
I hate it that I miss you
Even though you don't

I hate how I still love you
I hate how I still care
But most of all I hate it
That you are no longer here

RandomQuotes1

Nggak terlalu mengagumkan saat seseorang berkata

"aku cinta kamu, sejak pertama kita bertemu"

Karena yang penting adalah perasaan kita, detik ini juga.

Seperti : "Pertama kita bertemu, aku benci banget sama kamu. Tapi sampai detik ini dan seterusnya, aku tetep cinta banget sama kamu"